Warisan merupakan barang berharga yang ditinggalkan oleh orang yang
meninggal dunia kepada orang-orang yang masih hidup. Saking berharganya
sampai sering terjadi pertumpahan darah di antara ahli waris
memperebutkan warisan tersebut. Namun ada warisan yang demikian berharga
tetapi jarang manusia memperebutkannya. Warisan tersebut adalah ilmu
agama, yang merupakan peninggalan para nabi kepada umatnya. Hanya
sedikit orang yang mau mengambil warisan tersebut, terlebih lagi di masa
kini. Merekalah para ulama, orang-orang yang memiliki sifat “tamak”
dalam mendapatkan warisan nabi. Tidakkah kita ingin meniru mereka?
Di samping sebagai perantara antara diri-Nya dengan hamba-hamba-Nya,
dengan rahmat dan pertolongan-Nya, Allah I juga menjadikan para ulama
sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama. Sehingga, ilmu syariat terus
terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya. Oleh karena itu, kematian
salah seorang dari mereka mengakibatkan terbukanya fitnah besar bagi
muslimin.
Rasulullah r mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan
Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, katanya: Aku mendengar Rasulullah r
bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari
hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama
sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang
mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka
ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Ibnu Rajab Al-Hambali t mengatakan: Asy-Sya’bi berkata: “Tidak akan
terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan
kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya
gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua
urusan.”
Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr secara
marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah): “Sesungguhnya termasuk
tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan
diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 60)
Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat.
Keadaan ini menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan
mendatangkan rahmat dan barakah dari Allah I. Terlebih Rasulullah r
mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:
“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.”
Kita telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum
muslimin dan dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua
ini disebabkan mereka sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan
para nabi tidak mewariskan sesuatu melainkan ilmu.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin t mengatakan: “Ilmu
merupakan warisan para nabi dan para nabi tidak mewariskan dirham dan
tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu.
Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah
mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi tersebut. Dan engkau
sekarang berada pada kurun (abad, red) ke-15, jika engkau termasuk dari
ahli ilmu engkau telah mewarisi dari Rasulullah r dan ini termasuk dari
keutamaan-keutamaan yang paling besar.” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 16)
Dari sini kita ketahui bahwa para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah I berfirman:
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (Fathir: 32)
Ibnu Katsir t menyatakan: Allah I berfirman: “Kemudian Kami menjadikan
orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (Al-Quran) yang agung
sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang
yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat
ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/577)
Al-Hafidz Ibnu Hajar t mengatakan: “Ayat ini sebagai syahid (penguat)
terhadap hadits yang berbunyi Al-’Ulama waratsatil anbiya (ulama adalah
pewaris para nabi).” (Fathul Bari, 1/83)
Al-Imam Asy-Syaukani t mengatakan: Maknanya adalah: “Kami telah
mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba
Kami yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an). Dan Kami telah tentukan dengan cara
mewariskan kitab ini kepada para ulama dari umat engkau wahai Muhammad
yang telah Kami turunkan kepadamu… dan tidak ada keraguan bahwa ulama
umat ini adalah para shahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh
Allah I telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah I
menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi
saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena
mereka umat nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” (Fathul Qadir, hal.
1418)
Rasulullah r bersabda:
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka
barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang
banyak.” (Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan
beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi di dalam
Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya
dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani t
mengatakan: “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no.
3096, Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no.
182, dan Shahih At-Targhib, 1/33/68)
Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali mengatakan:
“Kebijaksanaan Allah atas makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas
mereka. Maka barang siapa yang mendapat hidayah maka itu wujud fadhilah
(keutamaan) dari Allah dan bentuk rahmat-Nya. Barangsiapa yang menjadi
tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan hikmah-Nya atas orang
tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru pula sebagaimana
seruan mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang beramal
shalih pada setiap zaman dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu
para nabi dan orang-orang yang berpegang dengan sunnah-sunnah mereka.
Sungguh Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas setiap umat
dan suatu kaum dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat.
Mereka pantas mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang
sesudah mereka dan ucapan-ucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa
yang barakah atas perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah
melimpahkan rahmat-Nya atas mereka dan semoga mereka mendapatkan balasan
yang lebih dan derajat yang tinggi.” (Al-Manhaj Al-Qawim fi At-Taassi
bi Ar-Rasul Al-Karim hal. 15)
Asy-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan: “Kita wajib memuliakan ulama
muslimin karena mereka adalah pewaris para nabi, maka meremehkan mereka
termasuk meremehkan kedudukan dan warisan yang mereka ambil dari
Rasulullah r serta meremehkan ilmu yang mereka bawa. Barangsiapa
terjatuh dalam perbuatan ini tentu mereka akan lebih meremehkan kaum
muslimin. Ulama adalah orang yang wajib kita hormati karena kedudukan
mereka di tengah-tengah umat dan tugas yang mereka emban untuk
kemaslahatan Islam dan muslimin. Kalau mereka tidak mempercayai ulama,
lalu kepada siapa mereka percaya. Kalau kepercayaan telah menghilang
dari ulama, lalu kepada siapa kaum muslimin mengembalikan semua problem
hidup mereka dan untuk menjelaskan hukum-hukum syariat, maka di saat
itulah akan terjadi kebimbangan dan terjadinya huru-hara.” (Al-Ajwibah
Al-Mufidah, hal. 140)
Wallahu a’lam.
Sumber: http://asysyariah.com/ulama-pewaris-nabi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar